Sejarah Kabupaten Bone

Sejarah mencatat bahwa Bone dahulu merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone dalam catatan sejarah didirikan oleh Raja Bone ke-1 yaitu Manurunge ri Matajang pada tahun 1330 Masehi, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan La Tenritatta  Arung Palakka pertengahan abad ke-17. Kebesaran kerajaan Bone tersebut  dapat memberi pelajaran dan hikmah yang bagi masyarakat Bone saat ini dalam rangka menjawab dinamika pembangunan dan perubahan-perubahan sosial, perubahan ekonomi, pergeseran budaya serta dalam menghadapi kecenderungan yang bersifat global.

Belajar dan mengambil hikmah dari sejarah kerajaan Bone pada masa lalu minimal terdapat tiga hal yang bersifat mendasar untuk diaktualisasikan dan dihidupkan kembali karena memiliki persesuaian dengan kebutuhan masyarakat Bone dalam upaya menata kehidupan ke arah yang lebih baik. Ketiga hal yang dimaksud adalah :

Pertama, pelajaran dan hikmah dalam bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam hubungannya dengan bidang ini, sistem kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat atau dalam terminologi politik modern dikenal dengan istilah demokrasi. Ini dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut “Ade Pitue”, yaitu tujuh orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasihat raja. Segala sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan oleh Ade’ Pitue dan hasil keputusan musyawarah disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan.

Ade Pitu merupakan lembaga pembantu utama pemerintahan Kerajaan Bone yang bertugas mengawasi dan membantu pemerintahan kerajaan Bone yang terdiri dari 7 (tujuh) orang yaitu :

  1. ARUNG UJUNG, bertugas Mengepalai Urusan Penerangan Kerajaan Bone
  2. ARUNG PONCENG, bertugas Mengepalai Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan Pemerintahan
  3. ARUNG TA, Bertugas Bertugas Mengepalai Urusan Pendidikan dan Urusan Perkara Sipil
  4. ARUNG TIBOJONG, Bertugas Mengepalai Urusan Perkara / Pengadilan Landschap/ Hadat Besar dan Mengawasi Urusan Perkara Pengadilan Distrik.
  5. ARUNG TANETE  RIATTANG, Bertugas Mengepalai Memegang Kas Kerajaan, Mengatur Pajak dan Mengawasi Keuangan
  6. ARUNG TANETE  RIAWANG, Bertugas Mengepalai Pekerjaan Negeri (Landsahap Werken – LW) Pajak Jalan  Pengawas Opzichter.
  7. ARUNG MACEGE, Bertugas Mengepalai Pemerintahan Umum Dan Perekonomian.

Selain itu di dalam penyelanggaraan pemerintahan sangat mengedepankan asas kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berasal dari pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia Bone yang hidup pada tahun 1507-1586 pada masa pemerintahan Raja Bone ke-7 Latenri Rawe Bongkangnge. Kajao lalliddong berpesan kepada Raja bahwa terdapat empat faktor yang membesarkan kerajaan yaitu:

  1. Seuwani, Temmatinroi matanna Arung Mangkau’E mitai munrinna gau’e (Mata Raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan).
  2. Maduanna, Maccapi Arung Mangkau’E duppai ada’ (Raja harus pintar menjawab kata-kata).
  3. Matellunna, Maccapi Arung MangkauE mpinru ada’ (Raja harus pintar membuat kata-kata atau jawaban).
  4. Maeppa’na, Tettakalupai surona mpawa ada tongeng (Duta tidak lupa menyampaikan kata-kata yang benar).

Pesan Kajaolaliddong ini antara lain dapat diinterpretasikan ke dalam pemaknaan yang mendalam bagi seorang raja betapa pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak rakyat dipahami dan disikapi.

Kedua, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih baik. Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu. Dan sebagai bentuk monumental dari pandangan ini di kenal dalam sejarah akan perjanjian dan ikrar bersama kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng yang melahirkan TELLUMPOCCOE atau dengan sebutan lain “LAMUMPATUE RI TIMURUNG” yang dimaksudkan sebagai upaya mempererat tali persaudaraan ketiga kerajaan untuk memperkuat posisi kerajaan dalam menghadapi tantangan dari luar.

Ketiga, warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia Bone pada masa lalu. Banyak hikmah yang bisa dipetik dalam menghadapi kehidupan, dalam menjawab tantangan pembangunan dan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin cepat. Namun yang terpenting adalah bahwa semangat religiusitas orang Bone dapat menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamikanya.

Dalam perkembangan selanjutnya, Bone kemudian berkembang terus dan pada akhirnya menjadi suatu daerah yang memiliki wilayah yang luas, dan dengan Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II Bone yang merupakan bagian integral dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kabupaten Bone memiliki potensi besar,yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan demi kemakmuran rakyat. Potensi itu cukup beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, kelautan, pariwisata, dan potensi lainnya.

Demikian masyarakatnya dengan berbagai latar belakang pengalaman dan pendidikan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendorong pelaksanaan pembangunan Bone itu sendiri. Walaupun Bone memiliki warisan sejarah dan budaya yang cukup memadai, potensi sumber daya alam serta dukungan SDM, namun patut digaris bawahi jika saat ini dan untuk perkembangan ke depan Bone akan berhadapan dengan berbagai perubahan dan tantangan pembangunan yang cukup berat. Oleh karena itu diperlukan pemikiran, gagasan, dan perencanaan yang tepat dalam mengorganisir warisan sejarah, kekayaan budaya, dan potensi yang dimiliki ke dalam suatu pengelolaan pemerintahan dan pembangunan. Dengan berpegang motto SUMANGE’ TEALLARA’, yakni Teguh dalam Keyakinan Kukuh dalam Kebersamaan, dengan Lagu Daerah ONGKONA BONE. Pemerintah dan masyarakat Bone akan mampu menghadapi segala tantangan menuju Bone yang lebih baik.

RAJA BONE DARI MASA KEMASA

  1. MANURUNGE RI MATAJANG, MATA SILOMPOE, 1330-1365, Pria
  2. LA UMMASA, PETTA PANRE BESSIE, 1365-1368, Pria
  3. LA SALIYU KORAMPELUA,  1368-1470, Pria
  4. WE BANRIGAU,  MALLAJANGE RI CINA,  1470-1510, Wanita
  5. LA TENRISUKKI, MAPPAJUNGE,  1510-1535, Pria
  6. LA ULIYO BOTE-E, MATINROE RI ITTERUNG, 1535-1560, Pria
  7. LA TENRIRAWE BONGKANGE, MATINROE RI GUCINNA,  1560-1564, Pria
  8. LA INCA, MATINROE RI ADDENENNA,  1564-1565, Pria
  9. LA PATTAWE, MATINROE RI BETTUNG, 1565-1602, Pria
  10. WE TENRITUPPU, MATINROE RI SIDENRENG, 1602-1611, Wanita
  11. LA TENRIRUWA, SULTAN ADAM, MATINROE RI BANTAENG, 1611-1616, Pria
  12. LA TENRIPALE, MATINROE RI TALLO, 1616-1631, Pria
  13. LA MADDAREMMENG, MATINROE RI BUKAKA, 1631-1644, Pria
  14. LA TENRIAJI, ARUNGPONE, MATINROE RI PANGKEP, 1644-1672,  Pria
  15. LA TENRITATTA, DAENG SERANG, MALAMPE-E GEMME’NA, ARUNG PALAKKA, 1672-1696, Pria
  16. LA PATAU MATANNA TIKKA, MATINROE RI NAGAULENG, 1696-1714,  Pria
  17. WE BATARITOJA, DATU TALAGA ARUNG TIMURUNG, SULTANAH ZAINAB ZULKIYAHTUDDIN,  1714-1715, Wanita
  18. LA PADASSAJATI, TOAPPEWARE, PETTA RIJALLOE, SULTAN SULAEMAN, 1715-1718,  Pria
  19. LA PAREPPA, TOSAPPEWALI, SULTAN ISMAIL, MATINROE RI SOMBAOPU,  1718-1721, Pria
  20. LA PANAONGI, TOPAWAWOI, ARUNG MAMPU, KARAENG BISEI,  1721-1724,  Pria
  21. WE BATARITOJA, DATU TALAGA ARUNG TIMURUNG, SULTANAH ZAINAB ZULKIYAHTUDDIN, 1724-1749, Wanita
  22. LA TEMMASSONGE, TOAPPAWALI, SULTAN ABDUL RAZAK, MATINROE RI MALLIMONGENG, 1749-1775,  Pria
  23. LA TENRITAPPU, SULTAN AHMAD SALEH,  1775-1812,  Pria
  24. LA MAPPASESSU, TOAPPATUNRU, SULTAN ISMAIL MUHTAJUDDIN, MATINROE RILEBBATA, 1812-1823, Pria
  25. WE IMANIRATU, ARUNG DATA, SULTANAH RAJITUDDIN, MATINROE RI KESSI, 1823-1835, Wanita
  26. LA MAPPASELING, SULTAN ADAM NAJAMUDDIN, MATINROE RI SALASSANA, 1835-1845, Pria
  27. LA PARENRENGI, ARUNGPUGI, SULTAN AHMAD MUHIDDIN, MATINROE RIAJANG BANTAENG, 1845-1857, Pria
  28. WE TENRIAWARU, PANCAITANA BESSE KAJUARA, SULTANAH UMMULHUDA, MATINROE RI MAJENNANG, 1857-1860, Wanita
  29. LA SINGKERU RUKKA, SULTAN AHMAD IDRIS, MATINROE RI TOPACCING, 1860-1871, Pria
  30. WE FATIMAH BANRI, DATU CITTA, MATINROE RI BOLAMPARE’NA, 1871-1895, Wanita
  31. LA PAWAWOI, KARAENG SIGERI, MATINROE RI BANDUNG, 1895-1905, Pria
  32. LA MAPPANYUKKI, SULTAN IBRAHIM, MATINROE RI GOWA, 1931-1946, Pria
  33. LA PABBENTENG, MATINROE RI MATUJU, 1946-1951, Pria

Sumber : Teluk Bone