Bupati Bone bersama Rektor UIN Alauddin Makassar melakukan penandatanganan MoU di Gedung Rektorat UIN Alauddin Makassar, Kamis 13 Februari 2020.
MoU tersebut terkait dengan Tri Dharma perguruan tinggi, meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Rektor UIN Alauddin Makassar Prof. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D. mengatakan beberapa rencana kerja sama strategis seperti peningkatan strata akademik guru-guru agama di Kabupaten Bone, pemberdayaan masyarakat di bidang sosial keagamaan.
Selain itu, kerja sama untuk pengembangan Perpustakaan, beasiswa bagi mahasiswa asal Bone yang kurang mampu dan beprestasi di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Kehadiran Bupati Bone Bpk. Dr.H.A.Fahsar M.Padjalangi, M.Si. adalah momentum terbaik bagi UIN Alauddin untuk menjalin kerja sama, agar kampus dapat memperkuat kemitraan dengan pemerintah daerah sehingga dapat berkontribusi langsung pada masyarakat” kata Prof. Hamdan Juhannis.
Sementara itu, Bupati Bone Dr. H. A. Fahsar M. Padjalangi, M.Si. dalam sambutannya mengungkapkan kebanggaannya dan mengapresiasi kepada Prof. Hamdan Juhannis.
” Sebagai putra asli Bone, selain Guru Besar dan Rektor termuda UIN Alauddin Makassar, sekaligus menjadi ladang inspirasi bagi masyarakat di Kabupaten Bone. Sehingga kita berharap kerjasama ini dapat benar-benar direalisasikan dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat” Kata Bupati Bone.
“Semoga MoU ini tidak sekadar di atas kertas, tetapi bisa dilihat dalam bentuk karya yang nyata serta hasilnya berdampak luas di tengah masyarakat Bone ” harapnya.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh seluruh Wakil Rektor, Kepala Biro, Kepala Lembaga dan sejumlah Dekan Fakultas sejajaran UIN Alauddin Makassar, sementara Bupati Bone, didampingi Sekretaris Daerah H.Andi Surya Darma, S.E., M.Si. dan beberapa pejabat OPD Lingkup pemerintah Kabupaten Bone.
Sekilas Prof. Hamdan Juhannis
Prof Hamdan Juhannis MA PhD. dilantik menjadi Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar periode 2019-2023 oleh Menteri Agama, yakni Lukman Hakim Saifuddin. Predikat guru besar diraih Hamdan di usia 37 tahun.
Guru besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan itu resmi menjadi Rektor ke-12 UIN Alauddin Makassar. Memimpin lembaga pendidikan selevel perguruan tinggi seolah menjadi titik puncak lesatan kariernya sejak resmi diangkat sebagai dosen tetap di UIN Alauddin pada tahun 1996.
Prof Hamdan lahir dari keluarga miskin yang hidup di Desa Mallari, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone. Sebagai catatan tambahan, desa tersebut pernah menjadi tempat Wakil Presiden Jusuf Kalla menghabiskan beberapa tahun masa kecilnya sebelum ikut sang ayahanda, Haji Kalla, hijrah ke Makassar.
Menariknya, ada dua catatan berbeda perihal tanggal kelahirannya. Versi dari orangtua adalah 25 Maret 1971, sementara versi resmi adalah 1970, tanpa tanggal. Sang ayah, Prof Ramdan, sudah meninggal saat Hamdan masih kecil. Sang ibu pun mengambil alih peran sebagai tulang punggung keluarga dalam keterbatasan. Hasil penjualan sarung sutra (lipa sabbe) tenunan jadi cara mereka mencari nafkah demi menyambung hidup.
Namun, hidup serba sulit tak membuat semangat Hamdan kecil dalam menuntut ilmu patah. Bahkan kondisi tersebut menjadi pelecut semangatnya jalani masa wajib belajar 12 tahun. Semasa SD, ia bahkan bersekolah sembari berjualan roti pawa’ yakni semacam bakpao tapi berisi campuran kacang dan gula merah.Tanpa hambatan berarti, Hamdan kemudian melanjutkan studinya ke IAIN Alauddin jurusan Sosiologi Agama.
Usai meraih gelar strata 1, ia lanjut menempuh S2 di Mc Gill University Canada, lalu merampungkan pendidikan S3 di Australian National University (ANU) Canberra jurusan Morphology alias ilmu linguistik.
Pada 2008, atau hanya 12 tahun setelah menjabat dosen, Hamdan dinobatkan sebagai guru besar pada di usia 37 tahun. Tak ayal, ia pun menjadi sebagai guru besar termuda sepanjang sejarah UIN Alauddin.
Kisah hidup Hamdan tertuang dalam buku otobiogafi yang berjudul “Melawan Takdir” yang terbit pertama kali tahun 2014. Dalam buku tersebut, ia menjabarkan secara rinci perjuangannya sebagai anak desa tanpa penerangan, suka-duka selama di bangku sekolah, hingga petuah-petuah penyemangat dari sang ibunda.
Buku tersebut juga telah difilmkan dengan judul serupa dan telah rilis pada April 2018. Nah, kisah hidup Hamdan agaknya tak berhenti sampai menyabet gelar profesor di usia kurang dari 40 tahun. Demikian sekelumit kisah Prof. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D.