Pemkab Bone Bakal Sulap Kawasan Tana Bangkalae Sebagai Simbol Kota Tua Bone

Pemerintah Kabupaten Bone melalui Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan akan menyulap kawasan Tana Bangkalae sebagai simbol Kota Tua Bone.

Hal tersebut diutarakan Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Bone A.Ikhwan Burhanuddin, S.H.,M.Si. saat melakukan pembersihan dan pembenahan di Kawasan Tana Bangkalae, Sabtu, 14 Desember 2019.

Hal ini pula kami lakukan atas petunjuk Bupati Bone Bapak Dr.H.A.Fahsar M.Padjalangi, M.Si. dan bahkan didukung Ketua TP PKK Kabupaten Bone Ibu Hj.Kurniaty Fahsar, S.H. ,Spec.Not.

Jadi kawasan ini akan dijadikan sebagai simbol sekaligus kawasan Kota Tua Bone “Nanti deretan ruko di sekitar kawasan ini akan dicat warna-warni,” kata Andi Ikhwan Burhanuddin di sela-sela kerja bakti di kawasan Tana Bangkalae, Sabtu, 14 Desember 2019.

Sebagai langkah awal, Mantan Kadis Pariwisata ini melakukan penataan taman kota yang berada di kawasan eks Pantai Kering.

“Kawasan ini nanti kita lengkapi wahana bermain bagi anak-anak sehingga menjadi kawasan wisata keluarga,” ungkap Andi Ikhwan.

Kawasan wisata Kota Tua ini akan menjadi ikon baru Kabupaten Bone. “Ruko-ruko yang sudah tua tetap pertahankan bentuk aslinya. Tinggal dipermanis dengan cat warna-warna, sehingga lebih hidup,” ungkapnya.

Dari catatan sejarah Tana Bangkalae merupakan prasasti persaudaraan tiga kerajaan besar di masa lalu, yaitu Bone, Luwu, dan Gowa. Mereka sepakat tidak akan saling menyerang antara kerajaan satu dengan lainnya.

Perjanjian itu diinisiasi diawal pemerintahan La Patau Matanna Tikka Raja Bone Ke-16 tahun 1696 Masehi.

Situs Tanah Bangkalae sejak awal masa pemerintahan Raja Bone ke-16 Lapatau Matanna Tikka (1696-1714). Ketika itulah Kerajaan Bone, Luwu, dan Gowa menyatakan bersatu dalam persaudaraan, sehingga dinyatakan tidak ada lagi permusuhan.

Sementara iti, Situs Tanah Bangkalae merupakan suatu tempat dipersatukannya tiga tanah yang secara adat didatangkan dari tiga Kerajaan Besar di Sulawesi, yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, dan Kerajaan Gowa.

Hasil penyatuan dan percampuran ketiga tanah tersebut maka terjadilah perubahan warna dari masing-masing warna aslinya. Setelah dipadukan ketiga tanah tersebut serta merta berubah menjadi warna kemerah-merahan dalam bahasa Bugis disebut bangkala, dari sinilah sehingga disebut “Tanah Bangkalae” sampai sekarang.

Karena memberikan makna yang diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa selanjutnya ketiga tanah tersebut dinamakan “Tanah Ri Tappa Dewata” yaitu, tanah yang dibentuk oleh Allah yang Maha Kuasa.

Dengan dipersatukannya ketiga tanah Kerajaan tersebut dimaksudkan sebagai pertanda kesepakatan bersama Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, dan Kerajaan Gowa dalam mewujudkan sebuah bentuk perdamaian dan kerja sama dalam menata kerajaan masing-masing.

Setelah itu, di tempat inilah setiap Raja Bone (Mangkau) secara turun temurun dilantik oleh Dewan Adat/Ade Pitu (Adat Tujuh) sejenis DPR sekarang.

Dengan demikian sejak raja Bone ke-16 hingga Raja Bone ke-33 dilantik di situs Tana Bangkalae. Pelantikan Raja Bone ke-16 Lapatau Matanna Tikka dilantik di tempat ini tanggal 6 April 1696. Setelah pemugaran, pada tanggal 27 November 2004, Tana Bangkalae diresmikan oleh Gubernur Sulawesi Selatan Mayjen TNI (Purn.) H.Amin Syam.

Lokasi situs Tanah Bangkalae ini berada di tengah kota, tepatnya di kawasan Simpang Tujuh Kota Watampone, tak jauh dari rumah jabatan Bupati Bone.

Uniknya, isi perjanjian Tana Bangkalae tersebut tidak hanya berlaku pada masa itu melainkan sampai ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu ke depannya untuk mengenang peristiwa itu, saat ini perlu diupayakan reuni tokoh ketiga daerah semacam even tahunan “Festival Tana Bangkalae”. Agar nilai- nilai sejarah perjanjian Tana Bangkalae tetap hidup dan memberikan semangat persaudaraan ketiga daerah Bone, Luwu, dan Gowa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *