Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya.
Anak yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
Anak merupakan aset bangsa di masa depan. Bisa dibayangkan, bagaimana kondisi sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang jika saat ini banyak anak Indonesia yang menderita stunting.
Dapat dipastikan bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi tantangan global.
Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah mencanangkan program intervensi pencegahan stunting terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga.
Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya.
Dengan adanya kerja sama lintas sektor ini diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan angka stunting hingga 40%.
Untuk itu guna memaksimalkan penanganan stunting ini pemerintah Sulawesi Selatan tidak tinggal diam. Salah satunya melakukan evaluasi sejauh mana penanganan stunting dari hulu ke hilir.
Untuk itu Pemprov Sulsel mengundang petugas puskesmas kecamatan Kabupaten/Kota untuk mempersentasekan dan mengevaluasi penanganan stunting di masing-masing.
Kegiatan evaluasi stunting tersebut dilaksanakan di Hotel Imperial Aryaduta, Makassar dari tanggal 16-18 Mei 2019.
Kegiatan dibuka Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Dr. H. Bachtiar Baso, M. Kes. sekaligus narasumber membawakan materi “Kebijakan dalam Penanganan stunting di provinsi Sulawesi Selatan”.
Dalam paparannya, menekankan pentingnya sinergitas antara Dinas kesehatan dan Dinas Sosial untuk mempercepat penurunan angka gizi buruk dan stunting di Sulsel.
Adapun Fokus upaya penanganan dilakukan di 7 kabupaten yang masuk dalam zona kritikal terkait jumlah gizi buruk dan stunting, yaitu Enrekang, Sinjai, Tana Toraja, Toraja Utara, Pangkep, Maros, dan Bone.
“Untuk tahun 2019 ini, melalui APBD perubahan kita akan fokus dulu pada 2 (dua) kabupaten yang dianggap kritis, yaitu Enrekang dan Bone,” jelasnya.
Di hari kedua para peserta disuguhi materi, yaitu Kebijakan Program Gizi Nasional dibawakan Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, serta Tinjauan Akademisi Penanganan Stunting 1000 Dalam Hari Pertama Kehidupan (HPK) dengan narasumber Prof. dr. H. Veni Hadju, M.Sc., Ph.D.
Selanjutnya materi tentang Pengalaman Pendampingan Mahasiswa Kedokteran Dalam Upaya Penurunan Stunting di Sulsel diantarkan Dekan Fakultas Kedokteran Unhas, serta Konvergensi Percepatan Penanganan Stunting di Sulawesi Selatan.
Sementara di hari ketiga mengupas materi Percepatan Perbaikan Gizi Melalui Kerja Sama Lintas Program dan Lintas Sektor diantarkan H.Muh. Husni Thamrin, S.K.M., M.Kes. dan Materi Determinan Stunting di Indonesia oleh Astati Made Amien, S.S.T., M.Kes. serta Rencana Tindak Lanjut hasil evaluasi.
Adapun untuk skala prioritas locus penanganan stunting di Kabupaten Bone yaitu Kecamatan Cenrana dan Tellu Limpoe. Dengan melibatkan OPD terkait.