Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bone, menggelar rapat paripurna dan penandatanganan nota kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Perubahan Tahun 2019.
Rapat paripurna dipimpin Ketua DPRD Bone Drs.A.Akbar Yahya,M.M. yang dihadiri Bupati Bone Dr.H.A.Fahsar M.Padjalangi, M.Si. pada Minggu, 28 Juli 2019 sekira 21.00 Wita.
Penandatanganan MoU KUA-PPAS Perubahan TA 2019 tersebut akan ditindaklanjuti dengan Rancangan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2019 kemudian sampaikan ke DPRD Bone.
Kabupaten Bone, juga mendapat tambahan kucuran dana hibah dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 587.532.400 Sehingga total dana hibah yang dialokasikan ke Pemkab Bone mencapai Rp11.610.818.400
Bupati Bone menjelaskan kalau pengalokasian anggaran, tetap mempertimbangkan keakuratan sasaran program dan kegiatan, melalui perhitungan yang cermat, logis, dan tepat sasaran.
Sebelumnya, KUA-PPAS APBD Perubahan ini, telah melalui tahap pembahasan di tingkat banggar dan komisi. Di samping itu, konsultasi juga telah dilakukan.
Ada tiga poin penting yang dibawa Banggar untuk dikonsultasikan di dua kementerian. Yakni terkait pengembalian Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) Pegawai Negeri Sipil, Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk mantan kepala UPTD yang belum dibayarkan serta jabatan lowong di sejumlah instansi dilingkup Pemkab Bone yang dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap jalannya pembahasan anggaran.
Anggota Banggar DPRD Bone, H. Saipullah Latif, S.E. mengatakan, penegasan kementerian terkait, BOP mantan kepala UPTD harus dibayarkan. “Itu wajib dan bisa dinggarkan di APBD Perubahan,” ungkapnya.
DPRD kata Saipullah siap bertanggung jawab jika nantinya dianggap ada kekeliruan. “Yang jelas sesuai petunjuk kementerian, BOP itu harus dibayar karena memang hak dari mantan kepala UPTD itu,” tukasnya.
Sementara terkait pengembalian TPP, Saipullah menegaskan, hal itu menjadi keharusan, karena berdasarkan hasil evaluasi KemenPAN RB, ada pejabat eselon IV yang tidak memiliki staf golongan III.
“Pengembalian ini terjadi karena adanya evaluasi jabatan yang dilakukan kementerian, di mana dalam evaluasi tersebut ada sejumlah pejabat eselon yang mendapat TPP terlalu tinggi sementara tidak memiliki staf pendukung di unit kerjanya,” jelasnya.
Pengembalian TPP lanjut Saipullah menjadi keharusan sebelum menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Sesuai memang aturannya. Harus memang dikembalikan bagi eselon IV yang tidak memiliki staf,” tambah anggota Banggar lainnya, H. Kaharuddin.
Poin terakhir yang dikonsultasikan banggar, adalah terkait pejabat yang menduduki posisi pelaksana tugas atau pelaksana harian di dinas atau OPD, tidak boleh mengambil keputusan dalam rapat.
Itu diatur di Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014. Konsultasi lanjut Saipullah, penting guna menghadapi pembahasan anggara perubahan.
“Setelah kita konsultasikan di Kementerian Dalam Negeri, pengambilan keputusan itu dimungkinkan, selama pejabat pelaksana tugas (Plt) itu memiliki SK struktural dan SK pengguna anggaran,” jelasnya
Namun tegas Saipullah, untuk idealnya, harus Sekda yang bertanggungjawab secara administrasi” tutupnya