ORGANISASI BUKAN BENDA MATI DAN PEMIMPIN BUKAN SEKADAR NAKHODA

ORGANISASI BUKAN BENDA MATI DAN PEMIMPIN BUKAN SEKADAR NAKHODA

Marlia Rianti

Kandidat Doktor Ilmu Manajamen pada PPS UMI Makassar

Dosen Universitas Muhammadiyah Bone

Organisasi hakikatnya merupakan sebuah wadah, sebagai tempat berkumpulnya beberapa orang untuk mencapai tujuan. Ia bergerak secara sistematis, terpimpin, terencana, rasional, dan terkendali yang didukung sumber daya.

Oleh karena itu, organisasi bukan sekadar benda mati di ruang hampa. Sekecil apapun ukurannya, organisasi terdiri dari orang-orang yang memiliki semangat juang yang terus bergerak. Dengan pergerakan yang terpolarisasi dalam keberagaman, ia tumbuh sesuai tingkat kedinamisan anggota. Ada yang berjalan di tempat, ada yang berputar pada orbit yang sama, ada yang berputar pada orbit yang berbeda, ada yang berlari perlahan, dan ada pula berlari secara maraton.

Keberagaman tersebut memberikan warna sedemikian rupa dalam organisasi. Apabila ragam warna tersebut dikombinasikan satu sama lainnya, akan menghasilkan corak tersendiri dan menjadi identitas organisasi.

Sebaliknya, perpaduan ragam yang kontras akan mengakibatkan organisasi kehilangan marwah sebagai pemersatu anggota dalam mencapai tujuan yang dikehendaki bersama.

Pendapat yang mengibaratkan organisasi sebagai sebuah kapal dan pemimpin sebagai nakhodanya, apabila dipahami oleh pemimpin yang otoriter, maka organisasi akan dipandang hanya sebagai sebuah benda mati yang mudah dibawa ke mana saja, dengan cara apa saja dan dengan orang-orang yang penurut saja.

Kapal dengan mudah diarahkan sebagai tunggangan untuk mencapai tujuan meskipun tidak direncanakan sebelumnya. Akibatnya, ketika badan kapal bocor, ketika ombak menghantam dengan keras, ketika bahan makanan habis di tengah perjalanan, tidak ada satupun penumpang yang mampu memberikan pertolongan. Kapal akan terombang-ambing hingga akhirnya karam entah di mana.

Berbeda halnya dengan perumpamaan organisasi sebagai tubuh, di mana pemimpin adalah jantungnya. Pada kondisi ini, pemimpin akan mengalirkan seluruh energi positifnya ke organ tubuh yang lain (proses sistol) kemudian merelaksasi dan mengisi kembali energi positif (proses diastole). Proses ini melibatkan seluruh anggota untuk berkontribusi sesuai dengan kompetensi masing-masing. Tidak ada yang merasa lebih hebat dibanding yang lain, sebagaimana ginjal tak merasa lebih hebat dari paru-paru.

Kondisi tersebut memungkinkan bagi seluruh anggota bergerak bersama, seia sekata, tidak ada yang merasa lebih sehat ketika salah satu anggota merasa sakit. Yang sakit akan tertolong oleh yang sehat, yang sehat akan berkontribusi menyembuhkan yang sakit. Dengan demikian, organisasi dipastikan akan tumbuh dan berkembang secara holistik dan berkesinambungan.

Organisasi yang hebat adalah organisasi yang terus belajar (learning organization). Belajar mengidentifikasi dan memahami faktor internal kekuatan dan kelemahannya untuk menghadapi faktor eksternal peluang dan ancaman. Proses ini tidak berhenti sampai di sini, karena organisasi pun harus memetakan posisinya, agar strategi mencapai visi dan misinya seiring selaras dengan tujuan yang ingin dicapai melalui pengelolaan dan kepemilikan sumber daya yang ada.

Sumber daya organisasi terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya finansial, dan sumber daya informasi. Keempat sumber daya tersebut, apabila dikelola secara efektif dan efisien akan memberikan dampak yang positif. Pengelolaannya mengacu pada pendekatan manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling).

Perencanaan sebagai aspek pertama dan utama, berfungsi sebagai dasar bagi terlaksananya semua sistem dalam organisasi. Tanpa perencanaan, maka seluruh kegiatan berjalan tanpa arah yang jelas, bergerak dengan tujuannya masing-masing dan sangat berpotensi menimbulkan overlapping (tumpang tindih).

Pengorganisasian sebagai aspek manajemen yang kedua, bermakna sebagai proses untuk menentukan siapa mengerjakan apa sesuai dengan kapasitas dan kompetensi (right man on the right place). Aspek pergerakan (actuating) dalam sebuah organisasi lebih mudah dilakukan, selama kegiatan tersebut direncanakan dan diorganisir dengan baik, benar dan tepat. Akhirnya, semua kegiatan yang berlangsung harus mendapat pengawasan untuk memberikan penilaian dan melakukan umpan balik. Proses ini harus berlangsung dengan siklus yang melingkar dan dilakukan secara secara terus menerus.

Pimpinan, sebagai jantung yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup organisasi, boleh saja menggunakan berbagai gaya dalam kepemimpinannya, tergantung pada pendekatan yang diinginkan.

Salah satu pendekatan sifat dalam teori kepemimpinan islami menyebutkan, bahwa sifat kepemimpinan teladan sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW adalah sidiq, amanah, tablig, dan fathonah yang bermakna jujur, terpercaya, komunikatif, dan cerdas. Implementasi keempat sifat tersebut diyakini akan membawa kebaikan dan keutamaan bagi organisasi.