Artikel Budaya: Filosofi Uddani Bali Uddani

Banyak hikmah yang diperoleh dalam kehidupan selama ini, namun terkadang kita sendiri tidak pernah menyadarinya. Seringkali hal-hal sepele saja kita sendiri yang membesar-besarkan. Keburukan orang lain menjadi sasaran makian kita, padahal kita sudah tahu bagaimana buruknya apabila mengumbar keburukan orang lain.

Seburuk-buruknya seseorang lebih berharga dibanding sifat dan perilaku kita yang selalu mengumbar keburukan orang lain atau sesama. Bahkan sifat-sifat seperti ini sadar atau tidak sadar seringkali di luar kendali kita sehingga ia hidup bersemayam dalam sanubari.

Apabila kita tidak berusaha mengubah perilaku itu, kapan lagi jalinan cinta kasih dan saling menyayangi antar sesama mahluk ciptaan Tuhan dapat terwujud dalam kehidupan kita.

Sebuah ungkapan Orang Bugis yang biasa kita dengar “uddani bali uddani” yang artinya rindu berbalas rindu, saling merindukan antara satu dan yang lainnya. Hal itu bisa terwujud apabila di dalamnya dihiasi pernik rasa dan kasih sayang, dan bukan sebaliknya. Kerinduan itu muncul saat kita rasa ingin bertemu kepada teman, sahabat, atau orang yang meninggalkan kita.

Terkadang kita merindukan kehadiran seseorang padahal ia pernah menyakiti hati kita, lidah boleh saja mengatakan benci namun hati tidak pernah bohong dengan kenyataan yang ada. Untuk menjawab pengakuan antara lidah dan hati menjadi sebuah pekerjaan rumah kita sebagai manusia.

Makna yang dikandung dalam ungkapan sastera uddani bali uddani ini bagaimana keburukan, kejahatan dibalas kebaikan, yang rusak diperbaiki, yang robek kemudian dijahit, yang benci kemudian disukai. Bukankah Tuhan telah menciptakan semua yang ada masing-masing saling berpasang-pasangan?

Membangun sebuah rumah tangga atau negara niscaya akan menjadi kuat dan utuh manakala prinsip-prinsip uddani bali uddani atau saling merindukan menjadi pilarnya. Kehidupan rumah tangga menjadi sakinah dan negara menjadi besar.

Oleh karena itu, ungkapan Uddani Bali Uddani dapat dimaknai sebagai saling menghargai, saling merindukan, saling memahami, saling mengangkat harkat dan martabat, saling menghidupkan, saling memperbaiki. Dan TIDAK saling menceritakan aib, keburukan, dan menjatuhkan antara satu dengan lainnya. Dengan begitu maka niscaya persatuan dan kesatuan akan terwujud sehingga kita secara bersama-sama dapat melakoni hidup dengan nyaman.

Saudaraku, bahwa hikmah berteman dan bersaudara dengan berbagai karakter dan beragam. Ada teman yang bersifat keras, dialah sebetulnya yang mendidik kita untuk “Berani dan Bersikap Tegas”. Ada pula teman yang lembut, dialah yang mengajarkan kepada kita “Cinta dan Kasih Sayang terhadap Sesama”.

Ada teman yang kelihatannya cuek dan masa bodoh, dialah sebetulnya yang membuat kita “Berpikir bagaimana agar kita bersikap Perhatian Terhadap Orang Lain”. Sementara itu ada teman yang tak bisa dipercaya dan kata-katanya sulit dipegang kebenarannya, sebetulnya dialah yang membuat kita “Berpikir dan Merasa Betapa Tidak Enaknya Dikhianati”, maka belajarlah untuk menjadi orang yang dapat dipercaya.

Bahkan ada teman yang jahat dan hanya memanfaatkan kebaikan orang lain, sebenarnya dia adalah orang yang membuat kita bertindak “Bagaimana Bisa Berbuat Banyak Kebaikan namun tetap Waspada”.

Nah, setiap karakter manusia tersebut di atas akan selalu baik dan mendidik kita. Masihkah kita ingat kata bijak, bahwa besi menajamkan besi dan manusia menajamkan sesamanya.
Andai tanpa orang-orang seperti itu kita akan selalu terlena dalam Zona Nyaman dan tidak berkembang-berkembang.

Dengan demikian bersyukurlah kepada Allah dalam setiap keadaan dan terimalah setiap orang dalam hidup kita. Ketahuilah Allah tidak pernah keliru mempertemukan kita dengan siapa pun, tinggal bagaimana cara kita menyikapinya.

Oleh sebab itu, karakter orang seperti di atas tadi secara tidak langsung selain melatih kesabaran kita, juga membuat kita semakin dewasa dan bijaksana.

Ketika ada orang bicara mengenai kita di belakang, itu adalah tanda bahwa kita sudah ada di depan mereka. Saat orang bicara merendahkan diri kita, itu adalah tanda bahwa kita sudah berada di tempat yang lebih tinggi dari mereka.

Saat orang bicara dengan nada iri mengenai kita, itu adalah tanda bahwa kita sudah jauh lebih baik dari mereka. Demikian pula saat orang bicara buruk mengenai kita, padahal kita tidak pernah mengusik kehidupan mereka, itu adalah sebuah tanda bahwa kehidupan kita sebenarnya lebih indah dari mereka.

Payung tidak dapat menghentikan hujan tapi dengan payung membuat kita bisa berjalan menembus hujan untuk mencapai tujuan. Orang pintar bisa gagal, orang hebat bisa jatuh, tetapi orang yang rendah hati dan sabar dalam segala hal akan selalu mendapat jalan untuk menempatkan diri dengan seimbang karena kukuh pijakannya.

Karenanya, kita harus belajar bermanfaat untuk diri, saudara, dan orang lain. Mari kita kembali duduk bersila untuk silaturahmi, suasanakan “uddani bali uddani” rindu berbalas rindu tiada lain saling merindukan dalam zona penuh “ininnawa” yang memesona kita. (Murs)

#SaLaM UdDaNi BaLi UdDaNi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *