Pergub Sulsel, Bahasa Daerah Wajib Diajarkan 2 Jam Pelajaran Per Minggu

Gubernur Sulawesi Selatan yang diwakili oleh Asisten II Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Firda membuka Kongres Internasional III Bahasa-Bahasa Daerah di Sulawesi Selatan dengan tema “Reaktualisasi Bahasa-Bahasa Daerah di Sulawesi Selatan sebagai Penguatan Kebinekaan dan Jati Diri Bangsa”” di Hotel Sahid Jaya Makassar, pada Senin, 24 September 2018.

Dalam sambutannya, Firda mengatakan bahwa Pemprov Sulawesi Selatan mendukung upaya pelestarian dan pembinaan bahasa daerah. Hal itu tercermin dengan terbitnya Pergub No.79 Tahun 2018 tentang pembinaan bahasa daerah di Sulawesi Selatan. Salah satu contohnya melalui pencanangan bangga berbahasa daerah.

Hal itu terlihat dengan adanya penggunaan huruf lontara Bugis pada nama jalan, papan reklame, dan pintu-pintu gerbang di beberapa daerah.

Ia juga menuturkan bahwa bahasa daerah termasuk dalam visi dan misi Pemprov Sulawesi Selatan periode 2018-2023 terkait dengan reaktualisasi bahasa daerah dalam pengenalan wilayah dan budaya untuk meningkatkan destinasi wisata yang berkualitas.

Selain itu, menurutnya, untuk mengisi kesenjangan produktivitas pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah. Pemprov Sulawesi Selatan telah melahirkan program Pendidikan Sarjana Guru Bahasa Daerah (PSGBD) bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin.

Program tersebut bertujuan untuk mencetak SDM guru bahasa daerah yang andal, yang kemudian dapat mengisi kebutuhan guru bahasa dan sastra daerah secara bertahap pada jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA di Sulawesi Selatan.

Permasalahan sekarang adalah formasi guru bahasa daerah belum masuk pada nomenklatur yang dibuat oleh Kemenpan-RB sehingga belum bisa diangkat menjadi PNS.

“Kami berharap melalui kongres ini dapat melahirkan rekomendasi-rekomendasi baru terkait upaya pelestarian bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan,”ujar Firda.

Dalam Pergub No.79 Tahun 2018 tentang pembinaan bahasa daerah di Sulawesi Selatan pasal 10 menyatakan Bahasa Daerah Wajib Diajarkan 2 Jam Pelajaran Per Minggu, selanjutnya pada asal 11 menyatakan Wajib Berbahasa Daerah Setiap Hari Rabu Sesuai Dialek masing-masing di Sekolah.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Bahasa, Dadang Sunendar mengungkapkan bahwa dukungan Pemprov Sulawesi Selatan terhadap kegiatan ini merupakan langkah konkret pemerintah daerah untuk melestarikan bahasa dan sastra daerah sesuai dengan amanat UU Nomor 24 Tahun 2009.

“Kita menyadari masih banyak pemerintah daerah yang belum mengetahui, belum menyadari, bahkan belum memiliki program apa pun untuk pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra daerah. Oleh karena itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ingin mengingatkan kepada semua gubernur, bupati, dan wali kota agar taat pada amanat undang-undang ini,”tuturnya.

Lanjut, Ia menegaskan bahwa posisi bahasa daerah dari sudut pandang hukum sudah bagus. “Jangankan undang-undang, di dalam UUD 1945 pun bahasa daerah itu sudah ada, yaitu pada Pasal 32, ayat 2, disebutkan bahwa negara menghormati dan menghargai bahasa-bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya,”Jelas Dadang.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa berdasarkan data Badan Bahasa, di Sulawesi Selatan terdapat 14 bahasa daerah, yaitu bahasa Bajo, Bonerate, Bugis, Bugis De, Konjo, Laiyolo, Lemolang, Makassar, Mandar, Massenrengpulu, Rampi, Seko, Toraja, dan Wotu.

“Dalam rangka memperkuat upaya pelestarian bahasa daerah, mulai tahun depan, kami (Badan Bahasa) menitipkan pada rencana strategis (renstra) pemerintah daerah untuk memasukkan ukuran meningkatnya penutur muda bahasa daerah di Sulawesi Selatan karena kalau penutur muda itu masih ada dan memahami (bahasa daerahnya) artinya bahasa daerah tersebut masih tergolong aman,”ungkap Dadang.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Sulawesi Selatan, Zainab mengatakan bahwa tujuan kongres ini adalah untuk memberi perhatian terhadap bahasa daerah secara berkesinambungan dan menggagas ide-ide mutakhir upaya lanjutan program pengembangan dan pemertahanan bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan.

Kongres yang diikuti oleh 75 orang pemakalah dan 350 orang peserta itu diselenggarakan pada tanggal 24-27 September 2018. Pemakalah luar negeri yang hadir berasal dari Amerika Serikat, Jepang, Australia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *